Teuku Jacob, Tokoh Aceh Mantan Rektor UGM
aceh.my.id - Prof. Dr. Teuku Jacob
lahir di Peureulak, Aceh Timur pada 6 Desember 1929 merupakan guru besar
emeritus dalam bidang antropologi ragawi Universitas Gajah Mada, di kemudian
hari tepatnya di tahun 1981 ia menjabat sebagai Rektor UGM ke-7, hingga tahun
1986, Ia juga dikenal sebagai peneliti
berbagai fosil yang ditemukan di Pulau Jawa.
Guru besar antropologi ini merupakan ilmuwan
yang terus memperjuangkan penemuannya bahwa fosil di Flores bukan spesies baru,
tetapi bagian salah satu dari subspesies Homo sapiens dengan ras
Austrolomelanesid.
Putra bungsu dari
tiga bersaudara ini merupakan anak dari Teuku Sulaiman, Jacob tamat SMA di
Banda Aceh, 1949 dan melanjutkan pendidikan di FK UGM, hingga lulus pada tahun 1956,
kemudian Prof. Dr. Teuku Jacob melanjutkan S2 di Universitas Amerika,
Washington DC, hingga mengambil gelar doktor di Rijksuniversiteit, Utrecht,
Negeri Belanda, 1970. Di dua perguruan tinggi ini, Jacob dibimbing dua arkeolog
ternama yakni Prof. Dr. W. Montague Cobb, dan Prof. Dr. G.H.R. Koenigswald.
Pria asli kelahiran
Aceh ini juga dikenal sebagai seorang ilmuwan yang tekun pada bidangnya dan
menghasilkan banyak karya tulis, penelitian, buku, artikel, makalah di berbagai
surat kabar, dan jurnal. Dia merupakan bapak paleoantropologi Indonesia yang di
akui dunia
Gagasannya di bidang
pendidikan terasa orisinil. Misalnya, ia pernah melempar gagasan untuk menerima
lulusan SMA IPS di fakultas kedokteran. Ia juga gusar melihat sebagian besar
insinyur bekerja di kota. ‘’Kalau dokter bisa menjadi dokter Inpres, mengapa
insinyur tidak,’’ katanya.Tetapi, memenuhi harapan Menteri P & K untuk
mencetak kader penerus kegiatan bidang ilmu yang digelutinya, ia malah merasa
sulit. Orang tidak banyak tertarik bidang ini karena hasilnya tidak langsung
dirasakan. Lagi pula, bidang ini erat berkaitan dengan antardisiplin: ilmu
kedokteran, biologi, kedokteran gigi, arkeologi, dan antropologi budaya.
‘’Menyiapkan program pendidikannya pun menjadi susah,’’ ujarnya.
Beberapa Negara mencatat
Teuku Jacob sebagai anggota sejumlah perkumpulan. Ia juga menulis beberapa
karya. Jacob menolak anggapan para ahli Barat bahwa manusia purba di kawasan
Sangiran, Solo, bertradisi mengayau — memenggal kepala lalu memakan otak sesamanya.
Ia menyatakan, ‘’Temuan-temuan tengkorak Sangiran umumnya sudah tidak bertulang
dasar, rusak karena lemah. Lagi pula, manusia purba cukup bekerja dua jam untuk
makan sepanjang hari, sehingga rangsangan untuk membunuh menjadi berkurang.’’
Di forum
internasional, Teuku Jacob dikenal sebagai ilmuwan andal dan kukuh prinsipnya.
Atas jasa Prof Dr Teuku Jacob inilah, fosil kunci manusia Jawa pithecantropus
erectus yang pernah ditemukan, lalu diperdagangkan, akhirnya bisa dibawa pulang
ke Indonesia. Dalam kasus lahan minyak di Celah Timor, Jacob ngotot agar
Pemerintah Indonesia berani menyatakan hak atas kawasan itu. Ia pula yang tegas
menolak klaim spesies baru oleh sekumpulan antropolog muda Australia atas fosil
manusia kerdil Flores itu
Menikah dengan
Nuraini, Jacob dikaruniai seorang anak wanita. Kegemarannya cuma membaca. Bila
bepergian, ia sering membawa banyak kopor. Bukan pakaian, melainkan tulang
belulang. Ketika membawa fosil ke Tokyo, 1977, Saya dijaga ketat, pakai
polisi bersirene, dan lampu merah segala, ceritanya.
Tidak selamanya
serius, Jacob juga suka berkelakar. Orang bisa memancarkan wibawanya lewat
berbusana bersih, rapi, dan wangi, katanya. Tetapi, ‘’Di dunia kami lain.
Semakin kumal baju yang dikenakan seorang peneliti, apalagi kalau ada lubang di
sana-sini, ia akan semakin tampak berwibawa, dan lebih dihormati.
Hingga akhirnya pada 17
Oktober 2007 Teuku Yacob meninggal dunia di Yogyakarta, pada umur 77 tahun, Segenap
anggota sivitas akademika Universitas Gadjah Mada Yogyakarta, melepas kepergian
sekaligus memberikan penghormatan terakhir kepada sang guru sosok ilmuwan
sejati Prof Teuku Jacob. Guru besar emeritus Fakultas Kedokteran UGM ini
dimakamkan di Makam Keluarga Besar UGM, Sawit Sari, Sleman, Yogyakarta.
Pelepasan jenazah
Prof Teuku Jacob di UGM dilakukan dengan upacara militer dengan inspektur
upacara Kepala Staf Komando Distrik Militer (Kodim) Sleman Mayor Infanteri
Narso. Sewaktu muda, Prof Jacob tercatat sebagai pejuang yang tergabung dalam
Tentara Pelajar Resimen Aceh.
Leave a Comment