Benarkah Cut Nyak Dhien Tidak Berjilbab ?
aceh.my.id - Agak
menggelitik memang tentang ungkapan Cut Nyak Dien tidak berjilbab. Kalimat
tersebut seakan menjadi pembenaran jika Cut Nyak tidak berjilbab maka sah sah
saja jika pada era modern seperti sekarang ini, perempuan Aceh juga tidak
menutup aurat.
Lalu
benarkah Cut Nyak tidak menutup aurat?
Jika
membaca literatur yang ada, sulit sekali menemukan potongan kalimat yang
menegaskan apakah Cut Nyak berjilbab [menutup aurat] atau tidak. Foto dan
gambar yang ada malah menunjukkan sosok Cut Nyak Dien tanpa penutup kepala. Cut
Nyak digambarkan sebagai sosok perempuan berkonde. Bahkan Foto milik Belanda juga
menampilkan sosok Cut Nyak Dien yang tua renta, tertunduk dengan rambut putih
yang tidak sempat disisir. Namun dalam foto itu pula Cut Nyak berselimut
selendang [ija sawak] panjang yang menutupi tubuh nya yang mulai ringkih.
Berkembang kabar foto tersebut memang
sengaja diambil oleh Belanda untuk menurunkan marwah Cut Nyak Dien.
Sumber (link) |
Hingga
kini belum ada foto atau gambar yang menampilkan wajah Cut Nyak Dien dikala
muda. Namun dari banyak tulisan dan catatan yang ada, Cut Nyak dikenal sebagai
sosok pejuang yang rela mati membela agama nya. Bahkan semangat Jihadnya
tersebut tidak saja menyelimuti dirinya namun juga mampu ditransfer kepada para
pejuang lain. Tidak ada yang memungkiri semangat jihad Cut Nyak Dien.
Bahkan
Buya Hamka saja pernah menunujukkan kekagumannya atas keteguhan Cut Nyak Dien.
Pikirkanlah dengan dalam..! Betapa jauh perbedaan latar belakang wanita Aceh 358 tahun yang lalu itu dengan perjuangan wanita zaman sekarang. Mereka itu didorong oleh semangat jihad dan syahid karena ingin menegakkan agama Allah dengan kaum laki-laki, jauh daripada arti yang dapat kita ambil dari gerakan emansipasi wanita atau feminisme zaman modern sekarang ini.
Christine
Hakim pemeran Cut Nyak Dien pernah mengaku jika dirinya membutuhkan waktu
panjang untuk memahami dan mengenal sosok Cut Nyak. Bukan perkara mudah
memerankan pejuang seperti Cut Nyak. Sosok yang kewibawaan dan ketaatannya
kepada Tuhan begitu besar.
Dalam
film tersebut digambarkan bagaimana Cut Nyak Dien menyerbu pasukan Kaphee
Penjajah dengan gagah berani. Sekali lagi dia adalah perempuan! Tidak ada
guratan ketakutan dari wajahnya. Yang ada penjajahlah yang takut dengan
semangat Cut Nyak Dien hingga akhirnya ia harus dibuang ke luar Aceh.
Ketika
diasingkan ke Sumedang Jawa Barat pada tanggal 11 Desember 1906, Cut Nyak Dien
dirawat oleh K.H sanusi. Beliau adalah seorang ulama Masjid Agung Sumedang yang
memperoleh gelar penghulu. Penunjukkan K.H Sanusi sebagai orang yang merawat
Cut Nyak dilakukan langsung oleh Bupati Sumedang kala itu, yakni pangeran Aria
Suria Atmaja.
Setelah
wafatnya K. H Sanusi pada tahun 1907, Cut Nyak Dien dirawat H. Husna dan Siti
Khodijah yang merupakan anak dan cucu K.H Sanusi. Hanya dengan merekalah Cut
Nyak Dien berkomunikasi. Bahasa yang digunakan pun bahasa Arab, karena Cut Nyak
Dien tidak bisa berbahasa masyarakat Sumedang begitu pula sebaliknya.
Selain
dikenal fasih berbahasa Arab, Cut Nyak Dien juga memiliki pemahaman keislaman
yang baik. Meski kala itu Cut Nyak Dien tidak mampu melihat, namun dirinya
masih tetap mengajar Al Quran kepada Ibu Ibu warga Sumedang. Sehingga Cut Nyak
Dien mendapat julukan ibu perbu atau Ibu Ratu. Sementara warga setempat
menyebutnya sebagai Ibu Suci.
Lantas
jika seseorang yang sudah tidak mampu melihat tapi masih bisa mengajar Alquran
untuk orang lain, bukankah dia seorang Hafidzah alias penghafal Quran?
Setali
tiga uang dengan Buya Hamka, saya juga turut mempertanyakan, mungkinkah seorang
mujahidah dan penghafal Alquran seperti Cut Nyak Dien masih berdebat dan
mempersoalkan pasal menutup aurat? Bukankah itu menjadi topik kecil dalam jalan
hidupnya disaat dirinya malah rela diterjang peluru kaphee Belanda. Dan
wajarkah jika pejuang mulia sekaliber Cut Nyak Dien disandingkan dengan finalis
pencari selempang atau mereka yang enggan menutup auratnya?
Kalaupun
benar Cut Nyak memang tidak menutup aurat, Kenapa malah dia yang harus menjadi
rujukan? Bukankah rujukan terbaik itu adalah Al-Quran? Tapi saya yakin
persoalan menutup aurat adalah perkara kecil baginya. Bukan karena kecil lantas
diabaikan. Tapi kecil karena ada urusan yang lebih besar yang harus dikerjakan.
Malu
rasanya jika kita tidak bisa berdiri sebanding dengan nya tapi mencoba
melakukan pembenaran dengan mengatakan “Cut Nyak Dien saja tidak berjilbab”.
Kalimat sampah yang diucapkan agar kita dapat melenggang karena nafsu dan
kebodohan.
Penulis : Ariel Kahhari
Sumber : arielogis.com
Editor : Muhammad Areev
Sumber : arielogis.com
Editor : Muhammad Areev
Leave a Comment