Aceh, Islam, dan Sejarah Perjuangan Nasional Indonesia
Berbicara sejarah
nasional Indonesia, pastinya tidak bisa terlepas dari peranan penting umat
Islam dan para ulama, dengan berlandaskan semangat dan nilai-nilai keislam para
ulama dan umat islam berjuaang dan bersatu bersama seluruh elemen masyarakat. Berbeda
bukan berarti tidak bisa berdampingan, suku, ras dan agama bukan masalah untuk
berjuang itulah nilai-nilai kebangsaan yang ditanamkan oleh para pejuang dan
pendiri bangsa Indonesia yang termasuk di dalamnya para ulama dan umat islam.
sumber gambar : Wikipedia/ Tropenmuseum
Memperjuangkan
kemerdekaan Indonesia itulah tujuan mulia dari para perjuang bangsa. Kesatuan
tetap terjaga dibalik perbedaan yang beragam, norma agama tetap menjadi landasan
masing-masing. Para pejuang islam tetap menebar semangat keislam dalam setiap
perjuangan.
Landasan teguh yang
selalu tertanam dalam hati pejuang islam dimasa lalu dalam mempertahankan
Indonesia adalah bahwa ini merupakan salah satu bentuk jihat dijalan Allah,
jihat melawan penjajah kafir, sehingga tidak ada kata untuk mundur untuk
mempertahankan tanah air dan agama.
Apabila kita melihat
kilas balik sejarah perjuangan rakyat Indonesia khusunya di daerah yang
mayoritas muslim, perjuangan rakyat umumnya dipimpin oleh para ulama. Sebut
saja Aceh, provinsi yang terletak di ujung barat Indonesia ini merupakan salah
satu provinsi dengan mayoritas penduduknya muslim.
Menurut data
statistik 2016 populasi penduduk muslim di Aceh mencapai angka lebih 98%,
Presentase masyarakat muslim yang besar di provinsi Aceh yang sudah terjadi
sekitar puluhan tahun yang lalu. Hal ini pula yang membuat Aceh menetapkan diri
menjadi provinsi yang berbasis syariat islam dalam berbagai aspek, termasuk
hukum, budaya dan norma sosial
Populasi muslim yang
begitu tinggi di Aceh mulai terjadi semenjak awal penyebaran Islam di nusantara
pada abad ke-13. Aceh merupakan pintu awal masuknya Islam ke Indonesia, ketika
itu masyarakat Aceh begitu cepat menerima ajaran islam. Beberapa referensi
sejarah menyebutkan bahwa Islam di Aceh dibawa oleh para pedangan Arab, namun
referensi lain juga ada yang menyebutkan bahwa Islam masuk ke Aceh dibawa oleh
pedangan India maupun China.
Semenjak akhir abad 14
kerajaan Aceh telah mulai menetapkan diri menjadi kerajaan Islam, landasan
budaya dan nilai-nilai hukum mulai di tetapkan sesuai dengan ketentuan ajaan
Islam karena memang ketika itu islam telah menyebar luas di seluruh daerah Aceh.
Beberapa abad setelah
Islam masuk dan meyebar di nusantara, kolonial belanda mulai berhasil menguasai
beberapa kerajaan di Indonesia. Masuknya kolonial Belanda ke Indonesia tidak
lantas membuat umat Islam bersama para ulama diam. Mereka terus menyusun
strategi perlawanan untuk mengusir para penjajahan yang dipimpin langsung oleh
para ulama-ulama karismatis nusantara, sebut saja seperti Tuanku Imam Bonjol.
Semangat islam dan
semangat kebangsaan dipadukaan sehingga
melahirkan perjuangan yang begitu sengit sampai-sampai para kolonial merasa
kewalaham menghadapi bangsa Indonesia yang begitu keras melakukan perlawanan.
Para ulama sebagai pemimpin agama ketika itu juga sebagai panglima perang yang tidak
pernah berhenti mengatur strategi dan siasat perang melawan penindasan para penjajah
kolonial.
Di Aceh sendiri, perlawanan
rakyat juga langsung dipimpin oleh para beberapa ulama diantaranya Teuku Umar,
Panglima Polem, Tengku Cik Di Tiro dan lain sebagainnya. Perjuangan rakyat Aceh
begitu keras, perjuangan dalam mempertahankan bangsa dan agama belandaskan
jihat di jalan Allah membuat belanda benar-benar sulit untuk menguasai Aceh.
Hingga akhrinya
Kolonial Belanda mengunakan strategi yang sangat licik untuk bisa menguasai
Aceh yaitu dengan mengirim penyusup untuk mempelajari dan meneliti hal apa yang
membuat masyarakat Aceh begitu kuat dan semangat dalam melawan penjajah.
Christiaan Snouck Hurgronje pun diutus oleh pihak Kolonial Belanda untuk
menyamar selama 2 tahun ke pedalaman Aceh dan meneliti segala hal tentang Aceh.
Hingga pada akhir
penyamarannya Christiaan Snouck Hurgronje membuat sebuah kesimpulan seperti
yang pernah diceritakannya di dalam sebuah buku yang dia tulis sendiri berjudul
De Achers, bahwa untuk menghancurkan
Aceh maka yang terlebih dahulu harus dihancurkan adalah para Ulama. Christiaan
Snouck Hurgronje sangat memahami bahwa ada peranan yang begitu besar dari para
Ulama dalam membangkitkan semangat juang rakyat Aceh.
Pada dasarnya gerakan
perlawanan yang dipimpim oleh para Ulama tidak hanya terjadi di Aceh, namun
merata di seluruh pelosok Nusantara yang memiliki mayoritas penduduk muslim. Di
Sumatera Barat misalnya, muncul perang melawan penjajah yang dipimpin langsung oleh
Tuanku Imam Bonjo, Sedangkan di Luwu
Perlawanan dipimpin oleh Kyai Haji Hasan, di Cilegon dipimpin oleh Kyai Haji
Wasit, Perlawanan di Kudus dipimpim Kyai
Haji Jenal, Di Temanggung dipimpim oleh Kyai Haji Ahmad Darwis dan masih banyak
lagi perlawanan yang dipimpin langsung oleh para Ulama
Perlawanan-perlawanan
yang dipimpin para ulama Islam umumnya telah membuat pihak Kolonial Belanda
kocar-kacir dan kewalahan. Menurut catatan sejarah bahkan perlawanan yang
terjadi di Aceh, Sumatera Barat, dan Jawa telah membuat kolonial Belanda rugi hingga
20 Juta Gulden (mata uang Hindia Belanda ketika itu) dari kas yang mereka
miliki.
Selain kerugian
materil perlawanan yang dipimpin oleh para ulama juga telah menewaskan lebih dari
10.000 jiwa tentara Belanda. Bukti fisik dari catatan sejarah bahwa ada begitu
banyak tentara belanda yang tewas dalam perlawana ini masih bisa dilihat di
Aceh yaitu di pemakaman tentara belanda yang begitu luas yang terletak di
tengah kota Banda Aceh.
Pada akhrinya Kolonial Belanda mengubah startegi politik kolonialnya dengan metode pendekatan untuk menarik simpati rakyat Indonesia. Hal ini dilakukan sebagai bentuk perang pemikiran dan idiologi terutama dalam upaya memecah-belah kesatuan dan juga melemahkan semangat masyarakat Indonesia khusunya masyarakat muslim yang memiliki kesatuan yang begitu kokoh ditambah semangat juang yang juga luar biasa.
Upaya umat Islam di Indonesia dengan semangat Islam yang dipimpin oleh para ulama dalam memerangi kolonial belanda merupakan salah satu bentuk jihad dalam memerangi kafi. Dalam perpektif pandangan islam melawan kaum kafir yang menjajah di suatu wilayah Islam di sebut dengan jihad. Sehingga semangat umat islam dan para ulama untuk terus berjuangan memerangi kafir tidak pernah surut.
Namun sebenarnya Kata kata jihad memiliki pengertian yang luas. Imam Ibnul Qayyim rahimahullah menjelaskan bahwasanya ada empat jenis jihad apabila ditinjau dari sisi obyektifitasnya yang pertama itu adalah jihad memerangi nafsu, yang kedua jihad memerangi orang munafik, yang ketiga jihad memerangi setan, dan yang terakhir adalah jihat yang pernah dilakukan oleh umat islam di Indonesia yaitu jihad memerangi orang kafir dalam hal ini pihak penjajah dari kolonial belanda dan jepang.
Konsep jihad yang disebutkan diatas sebenarnya telah banyak disalah artikan oleh orang-orang yang berjiwa radikal. Mereka menganggap semua non-muslim boleh diperangi, dan perang ini disebut jihad. Padahal ini adalah pemahaman yang salah, tidak semua non-muslim boleh diperangi karena ketika mereka menaati aturan yang berlaku termasuk juga membayar membayar pajak maka mereka tidak ada anjuran untuk diperangi
Ketika jiwa jihad telah tertanam, maka meninggal di medan perang memang sama sekali tidak menjadi sebuah ketakutan, karena dalam konsep islam mati di medan perang ketika sedang melawan penjajah disebut dengan mati syahit. Ada begitu banyak kemulian bagi mereka yang mati syahid, mati syahid disebutkan sebagai kematian terbaik. Saat nyawa dicabut, ia tak merasakan sakit kecuali seperti dicubit. Setelah itu Arwah mereka ditempatkan di surga Firdaus yang tertinggi.
Perananan umat islam dalam sejarah nasional Indonesia memang begitu besar, semenjak awal islam masuk ke nusantara islam telah mempersatukan kerajaan-kerajaan di Indonesia. Setelah belanda masuk semangat juang islam muncul dalam hal melawan penjajah, sama juga halnya ketika jepang masuk Indonesia. Semangat islam terus berkobar hingga keseluruh pelosok nusantara.
Organisasi-organisasi Islam telah terlebih dulu lahir sebelum kemerdekaan Indonesia. Cukup banyak kontribusi yang diberikan oleh organisasi-organisasi Islam tersebut dalam upaya mencapai kemerdekaan Indonesia. adapun beberpa organisasi Islam yang lahir sebelum kemerdekaan Indonesia dan telah berkontribusi banyak dalam upaya mencapai kemerdekaan Indonesia adalah seperti Serikat Islam. Bahkan ada 2 organisasi islam terbesar di Indonesia yang lahir sebelum Indonesia mereka dan masih ada hingga saat ini yaitu Muhammadiyah, dan Nahdatul Ulama
Muhammadiyah adalah organisasi Islam yang didirikan di Yogyakarta, pada tanggal 18 November 1912 oleh seorang ulama yang dikenal dengan nama KH. Ahmad Dahlan. Organisasi ini pada awalnya didirikan karena melihat keadaan umat Islam yang pada waktu itu berada dalam keadaan penuh dengan amalan-amalan yang bersifat mistik. KH. Ahmad Dahlan pun tergerak untuk mengajak kembali para umat Islam untuk kembali kepada ajaran Islam yang sebenarnya berdasarkan Qur`an dan Hadist.
KH. Ahmad Dahlan memimpin Muhammadiyah semenjak awal lahirnya organisasi ini hingga tahun 1922. Pada rapat tahun ke-11, Pemimpin Muhammadiyah diamanakan ke KH. Ibrahim hingga tahun 1934. pada tahun 1926 sistem rapat diubah menjadi Muktamar 5 tahunan. Kini Muhammadiyah telah berkembang menjadi salah satu organisasi Islam terbesar di Indonesia yang fokus pada bidang sosial, ekonomi dan juga pendidikan, fokus muhammadiyah terhadap pendidikan bisa dilihat engan begitu banyaknya lembaga pendidikan muhamadiyah mulai dari jenjang SD hingga perguruan tinggi.
Organisasi islam lain yang telah lahir sebelum proklamasi kemerdekaan Indonesia adalah Nahdlatul Ulama atau biasa di sebut NU. Organisasi ini adalah Organisasi Islam yang berdiri pada tanggal 31 Januari 1926. NU menganut paham Ahlussunah Wal Jama'ah, sebuah pola pikir yang mengambil jalan tengah antara ekstrim aqli dengan kaum ekstrim naqli. Karena itu sumber pemikiran bagi NU tidak hanya Al-Qur'an, Sunnah, tetapi juga menggunakan kemampuan akal ditambah dengan realitas empiric atau biasa di sebut qiyas dan ijma’ ulama.
NU didirikan oleh K.H. Hasyim Asy'ari yang juga merupkan pendiri pondok pesantren Tebuireng yang terletak di Jawa Timur. Beliau mendirikan NU bersama beberapa ulama lainya termasuk KH. Bisri Syamsuri, KH. Wahab Hasbullah, dan ulama’-ulama’ besar lainnya.
Beberapa tahun sebelum berdinya NU dan Muhammadiyah, Sarekat Islam telah terlebih dalu didirikan, yaitu pada tanggal 16 Oktober 1905 oleh Haji Samanhudi pada awalnya organisasi ini bernama Sarekat Dagang Islam. Organisasi ini adalah organisasi perkumpulan pedagang-pedagang muslim yang menentang politik Kolonial Belanda memberi keleluasaan masuknya pedagang asing untuk menguasai komplar ekonomi rakyat Indonesia di masa itu.
Pergantian nama dari Sarekat Dagang Islam menjadi Sarekat Islam yuridiksi organisasi ini pun menjadi lebih luas yang dulunya hanya mencakupi permasalahan ekonomi dan sosial sekarang mencakupi permasalahan politik dan Agama. Organisasi ini memiliki peranan penting dalam hal menyumbangkan semangat perjuangan islam dan semangat juang rakyat Indonesia terhadap kolonialisme dan imperialisme pada masa tersebut.
Semangat Islam dalam sejarah nasional Indonesia tidak hanya terjadi pra-kemerdekaan Indoneisa namun juga pada saat proklamasi kemerdekaan Indonesia bahkan pasca kemerdekaan Indonesia. Peranan penting para pemuda dan ulama Islam rasanya begitu besar kepada negeri ini, ya ini sesuai karena memang Islam adalah agama terbesar di Indonesia mayoritas penduduk Indonesia adalah muslim. Bahkan Indonesia menjadi Negara dengan penduduk muslim terbesar di dunia.
Sejarah mencatat ketika BPUPKI membentuk panitia kecil yaitu Panitia 9 yang bertugas merumuskan landasan negara Indonesia. Dari keseluruhan panitia tersebut adalah muslim kecuali satu orang yaitu, A.A. Maramis . Bahkan beberapa dari panitia 9 tersebut adalah para Nasionalis Islamis seperti : Abdul Kahar Mujakir, Wahid Hsyim, H.Agus Salim, Abi Kusno Tjokrosuyono dan
Kelompok Nasionalis menginginkan ajaran dan nilai-nilai Islam dijadikan sebagai dasar negara Indonesia. Sedangkan kelompok nasionalis sekuler dibawah seperti Soekarno, Muhammad Hatta, Muhammad Yamin, Ahmad Subarjo dan A.A. Maramis menginginkan negara Indonesia yang akan dibentuk itu netral dari agama.
Setelah melakukan perundingan yang panjang antara kelompok yang ingin dasar islam menjadi landasan Negara Indonesia dan kelompok yang menginginkan Indonesia netral akhirnya melahirkan sebuah rumusan yang dikenal dengan Piagam Jakarta tanggal 22 Juni 1945
Rumusan Piagam Jakarta disetujui oleh semua anggota dan kemudian rumusan ini menjadi bagian dari Mukaddimah UUD 45. Jadi dengan demikian Republik Indonesia yang lahir tanggal 17 Agustus 1945 adalah republik yang berdasarkan ketuhanan dengan point pertama bekewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya. Namun dikemudian hari pada tanggal 18 Agustus 1945 tujuh kata pada point pertama yang terdapat dalam Piagam Jakarta itu dihilangkan diganti dengan kalimat “Yang Maha Esa”.
Perundingan ini dilakukan bersama masyarakat Indonesia yang non-muslim. Penghapusan dan perubahan pada point pertama tersebut adalah bukti akan kebesaran jiwa kelompok Nasionalis Islamis, yang ketika itu langsung menyetujui hasil perundingan tersebut. Dijelaskan pula bahwa ”Yang Maha Esa” yang terdapat pada point pertama piagam Jakarta tersebut tidak lain dan tidak bukan adalah tauhid.
Proklamasi kemerdekaan Indonesia yang dibacakan pada 17 Agustus 1945, bertepatan dengan 19 Ramadhan 1364 H juga tidak terlepas dari peranan penting umat Islam. Semangat pemuda Islam dan para ulama terus mendesak Bung Karno untuk mempoklamirkan kemerdekaan Indonesia yang ketika itu masih ragu dan tidak berani.
Sebelum memproklamirkan kemerdekaan Indonesia Bung Karno sempat berkeliling menemui para ulama seperti Abdul Mukti dari Muhammadiyah, dan juga Wahid Hasyim dari Nahdatul Ulama. Di setiap perjumpaan tersebutlah para ulama terus mendorang dan meyakini Bung Karno untuk memproklamirkan kemerdekaan Indonesia sedini mungkin.
Pasca Proklamasi kemerdekaan Indonesia ada sebuah cerita yang tercatat jelas dalam sejarah nasional Indonesia. Ketika Indonesia belum memiliki apapun, Bung karno berkeliling ke daerah-daerah di Indonesia untuk minta bantuan dan dukungan. Termasuk Aceh, ketika Bung Karno datang ke Aceh, ia menjumpai Daud Beureuh untuk meminta bantuan kepada rakyat Aceh, Dengan semangat dan rasa cinta tahana air rakyat Aceh menyumbangan uang 130.000 Straits Dollar dan emas seberat 20 kg untuk pembelian pesawat terbang pertama Indonesia.
Peranan umat islam dan para ulama dalam perjalanan perjuangan kemerdeaan Indonesia memang begitu besar. Semangat islam yang dipadukan dengan semangat kebangsaan telah membawa Indonesia ke masa baru, yaitu masa tanpa penjajahan. Kini Indonesi telah merdeka, patutnya kita bersyukur bahwa Islam telah berperan dan menjadi bagian dari sejarah baru Indonesia. Kita sebagai pemuda Islam Indonesia mestinya jangan sampai mengecewakan para pejuangan terdahulu dengan perpecahan-perpecahan. Semoga islam terus jaya di negeri Indonesia tercinta.
Leave a Comment